Rabu, 30 Maret 2016 - 0 komentar

Jomblo, Pacaran atau Menikah?


Oleh: Muhammad Daud Farma, ulviyeturk94@gmail.com
MAHASISWA pada umumnya, saat pamitan meninggalkan kampung halaman, pastinya tidak terlepas dari pesan dan nasihat. Adapun nasihat itu ialah: “Nak, belajar yang rajin ya, dan cepatlah pulang!”
Sudah jauh dari kampung halaman, dan sekarang berada di di kampung orang lain bahkan terdampar di negeri kuno, kini nasihat tersebut mengalami perubahan, berubah menjadi pertanyaan, “Nak, kamu belajarnya rajin tidak? Kapan kamu pulang?” dan biasanya di akhir percakapan tidak pernah lupa dari pesan dan nasihat. Sebab nasihat orangtua adalah ruh belajar.
Nasihat itu akan terus diulangi dan diingatkan, agar tidak lupa dan menjadi inpirasi maupun motivasi dalam belajar. Nasihat yang begitu tulus dari orang yang terkasih dan tersayang, orangtua. Nasihat itu terus berlanjut hingga sampai di tingkat akhir. Begitu baru tiba di tingkat akhir, nasihat itu tetap terulang lagi dan ada sedikit penambahan kalimat di sana, sedikit penambahan soal atau pertanyaan, “Nak, kapan wisuda? Kapan balik?”, “Kapan rencanamu menikah?”, “Kamu atau ibu yang carikan?”.
Menikah???
Ya muyskilah-nya ialah di situ, menikah. Ada yang sudah membina cinta pada seorang akhwat sebelum ia meninggalkan kampung halaman, namun terkadang jarak dan waktu tidak berpihak dan bersahabat. Si Akhwat mengajak menikah, padahal kuliah saja belum selesai. Ikhwan tidak mampu memenuhi ajakkannya, akhirnya ia dinikahi orang lain. Ujung-ujungnya si ikhwan berbulan-bulan menahan pilu, tidur tak nyenyak, makan tak enak,dan galau tingkat atas.
Ada juga, ketika sudah punya pilihan, malah orangtua yang kurang bersahabat. Saat dijelaskan dengan anak kampung sebelah, orangtua tidak merestui, karena permasalahan antar keluarga, dan “Alamatnya terlalu dekat, Nak!” Di waktu lain, ketika memilih yang jauh, dan “Jangan nak, kejauhan!”.
Yang sering terjadi ialah ketika mereka sudah lama membina cinta, namun pada akhirnya terpisahkan oleh jarak dan waktu. Biasanya si akhwat yang tak sabaran, lagipula siapa akhwat yang sanggup menahan rindu selama bertahun-tahun? Menahan gejolak gunjingan dan bisik-bisik tetangga? Menjadi perawan tua? Sanggup?
Itu adalah kesalahan sesama, kenapa mencintainya? (Akwat) dan kenapa mau menerima cintanya? (Ikhwan). Jika tidak mau ditagih janjinya, jika tidak mampu memenuhi ajakannya, ya disarankan jangan mengikatnya dengan modal cinta yang penuh janji-janji palsu, orang bilang itu adalah pemberi harapan palsu (PHP). Lebih baik jomblo sekarang dan bahagia ketika ia halal bagimu, daripada pacaran dan bahagia sekarang, namun jadi jomblo dan menelan pilu pada suatu hari nanti.
Jodoh yang awalnya dengan bibit maksiat, itu biasanya penuh dengan liku-liku. Sekarang dia milikmu, kalau tidak segera dihalalkn, maka kamu akan menelan pilu disaat ia jadi milik orang lain.
Oleh karena itu, banyak orang yang sudah berpengalaman berkata, “Pacaran setelah menikah itu jauh lebih bahagia dan romantis, daripada pacaran sebelum menikah, bukan mahrom. Pacaran sebelum menikah yang banyak mencuri waktu untuk bertemu, sungguh tak bermutu.”
“Jangan coba-coba mengikat anak orang dengan modal cinta dan janji-janji semata, sedangkan kamu sendiri tidak mampu menghalkannya untukmu.” Jika engkau memamg sudah mapan, ya laksanakanlah secara syar’i, bukan main curi-curi.” Jika belum mapan, ya berpuasalah! karena itu adalah solusi yang baik dan sangat tepat.”
Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.” (Muttafaq Alaihi)
Kembali lagi pada problematika soal memilih pilihan dan restu orangtua. Sakit memang sungguh sulit, ketika orangtua tidak sesuai dengan pilihan anaknya, maka jalan yang pintas ialah menyerahkannya kepada orangtua, semoga itu yang terbaik.
“Jangan menangisi cintamu yang diambil orang lain, karena sudah jelas-jelas dia bukan jodohmu, sudah dinikahi orang lain, kok kamu tetep bilang ia jodohmu? Piye tho? Dan yakinlah, Allah sudah menyediakan yang terbaik untumu.”[]
Kairo, 27 Februari 2015.

0 komentar:

Posting Komentar