Sungguh agung dan mulia kedudukan seorang ahli ilmu di sisi
Allah SWT, Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang
yang dianugerahi ilmu beberapa derajat, sebagaimana Allah firmankan:
يَرْفَعِ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ
أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya: niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Almujadilah ayat 11
Dalam sebuah hadis, nabi pun menyanjung orang alim dengan
membandingkannya dengan ahli ibadah sebagaimana beliau sabdakan:
فضل العالم علي العابد
كفضل القمر ليلة بدر
علي سا ئر الكواكب
Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang ‘abid
(ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang. (HR. Abu Dawud )
Menuntut ilmu hukumnya sangat wajib bagi setiap muslim yang
berakal, baik miskin atau kaya, orang kampung atau pun orang kota, selama dia
berakal sehat wajib hukumnya menuntut ilmu. Dikatakan dalam Hadis :
طلب العلم فريضة علي
كل مسلم
“Menuntut ilmu itu sangat wajib bagi setiap muslim” (HR Ibnu
Majah)
Dalam kajian hukum Islam, bahwa standar hidup yang ideal
bagi manusia adalah Haddul Kifâyah, Lâ Haddul Kafaf (batas kecukupan, bukan
batas pas-pasan)[1]. Dan kita tahu bahwa kewajiban dalam menuntut ilmu dimulai
dari rahim ibu sampai liang lahat. Dengan demikian untuk memenuhi standar hidup
yang ideal hendaknya tidak hanya pas-pasan. Dalam kitab “Ta’lim al-Muta’allim”
yang ditulis oleh Imam Al-Zarnuji, beliau menulis bahwa syarat-syarat mencari
ilmu menurut Imam Syafi’i dari Imam Ali bin Abi Thalib ada 6, yaitu:
أخي لن تنال العلم
إلا بستةٍ
سأنييك عن تفاصيلها ببيـان
ذكاء وحرص واجتهاد ودرهم
وصحبة استاذٍ وطول زمان
سأنييك عن تفاصيلها ببيـان
ذكاء وحرص واجتهاد ودرهم
وصحبة استاذٍ وطول زمان
1. Cerdas
Cerdas adalah salah satu syarat untuk menuntut ilmu.
Kecerdasan adalah bagian dari pengaruh keturunan jalur psikis. Dari ayah dan
bunda yang cerdas akan lahir anak-anak yang cerdas, kecuali adanya sebab-sebab
yang memungkinkan menjadi penghalang transformasi sifat-sifat tersebut baik
situasi fisis maupun psikis. Sehat jasmani dan lemah jasmani, makanan bayi
dalam kandungan maupun situasi psikis ayah bunda seperti semangat dan himmah
menuntut ilmu, melakukan kejahatan, emosi, maupun warna pikiran akan ikut
memberikan pengaruh yang besar bagi keturunan. Itulah buktinya bahwa dari ayah
dan bunda yang sama akan lahir anak-anak dengan kondisi fisik, watak, sifat dan
kecerdasan yang berbeda.
Tentang kaitan keturunan dengan ilmu pengetahuan maka kita
perlu mengingat bahwa yang diturunkan dari orangtua adalah tingkat
kecerdasannya saja bukan kekayaan ilmu pengetahuan. Kekayaan ilmu pengetahuan
tidak ada jalan lain kecuali belajar dengan baik. Sabda nabi SAW:
انما العلم با لتعلم
“Bahwasanya ilmu itu diperoleh dengan (melalui) belajar”.
Al-Hadis
Dan yang menjadi masalah sekarang bagaimana anak yang cerdas
(karena keturunan) tetapi tidak memiliki ketekunan dan kesungguhan dalam
menuntut ilmu, jawabannya sudah pasti bahwa dia tidak akan menjadi orang
pandai/‘Alim.
2. Rakus atau Tamak
Rakus adalah (punya kemauan dan semangat untuk berusaha
mencari ilmu)
“Kejarlah cita-citamu setinggi langit”. Peribahasa ini
memberikan arti bercita-citalah setinggi-tingginya dan raihlah cita-cita itu
sampai dimana pun. Peribahasa tersebut memberikan motivasi kepada kita untuk
pantang menyerah mengejar cita-cita (pendidikan) kita. Orang yang menuntut ilmu
haruslah seperti peribahasa di atas: “selalu berusaha dan berusaha menuntut
ilmu untuk mencapai cita-cita yang tinggi”. Bahkan menurut Imam as-Syafi’i,
dalam menuntut ilmu janganlah langsung merasa puas terhadap apa yang telah
didapat dan jangan hanya menuntut ilmu di satu daerah saja.
قال الامام الشافعي في
مدح السفر
سافر تجد عوضا عمن
تفارقه
وانصب فان لذيذ العيش
في النصب
Artinya:
Pergilah kau, kan kau dapatkan pengganti dari kerabat dan
kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah
berjuang.
Rasul berpesan dalam sebuah hadis:
اطلب العلم و لو
بالصين
Walaupun keshasihan hadis ini dipertanyakan, setidaknya
hadis ini memotivasi kita untuk pergi jauh dalam menuntut ilmu dan mengejar
cita-cita.
Allah pun telah mengingatkan agar tidak semua mu’min pergi
berperang, melainkan ada segolongan diantara mereka yang memperdalam ilmu agar
bisa memberi peringatan kepada kaumnya
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا
كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ
فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا
قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ
لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. At-taubah ayat 122.
Tiga kategori manusia menurut hadis yang diriwatkan oleh
Imam Dailami, Rasulullah bersabda:
من كان يومه خيرا
من أمسه فهو رابح،
ومن كان يومه مثل
أمسه فهو مغبون ومن
كان يومه شرا من
أمسه فهو ملعون
ada tiga kategori manusia: Beruntung: jika hari ini lebih
baik dari kemarin, Merugi: hari ini sama seperti kemarin, Celaka/Dilaknat: hari
ini lebih buruk dari kemarin.
Jika iri adalah perbuatan yang dilarang, maka iri kepada
orang berilmu dibolehkan Rasul, dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhori,
Rasul bersabda:
{لاَحَسَدَ
اِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ
آتَاهُ اللهُ مَالاً فَسَلَّطَهُ
عَلَى هَلْكَتِهِ فِى الْحَقِّ وَرَجُلٌ
آتَاهُ اللهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ
يَقْضِيْ بِهَا وَيُعَلِّمُهَا {رواه
البخاري
Tidak ada iri hati (yang diperbolehkan) kecuali terhadap dua
perkara, yakni :
seseorang yang diberi Allah berupa harta lalu
dibelanjakanannya pada sasaran yang benar, dan
seseorang yang diberi Allah berupa ilmu dan kebijaksanaan lalu ia menunaikannya dan mengajarkannya. (HR Al Bukhori)
seseorang yang diberi Allah berupa ilmu dan kebijaksanaan lalu ia menunaikannya dan mengajarkannya. (HR Al Bukhori)
Di antara jenis penyakit hati adalah sombong, ujub, iri,
dengki, tamak, dst. Jadi di antara bentuk penyakit hati adalah iri dan dengki.
Dalam bahasa Arab atau bahasa agama ia disebut dengan hasad. Hasad adalah tidak
senang melihat seseorang mendapatkan nikmat serta berharap agar nikmat tersebut
lenyap. Dalam hal ini hasad berbeda dengan ghibthah. Sebab, ghibthah adalah
berharap mendapatkan nikmat seperti yang didapat oleh orang tanpa menginginkan
harta itu lenyap dari orang tadi. Inilah iri yang baik yang disebutkan oleh
Nabi saw,
لَا حَسَدَ إِلَّا فِي
اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ
الْقُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ
اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ فَسَمِعَهُ جَارٌ لَهُ فَقَالَ
لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ
فُلَانٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ
وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا
فَهُوَ يُهْلِكُهُ فِي الْحَقِّ فَقَالَ
رَجُلٌ لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ
فُلَانٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ
Tidak boleh iri kecuali dalam dua hal, yaitu (1) seseorang
yang Allah ajarkan al-Quran kepadanya. Kemudian ia membacanya malam dan siang
sehingga tetangganya mendengarkannya. Lalu tetangga tersebut berkata, “Kalaulah
aku diberikan karunia seperti si Fulan, maka aku akan beramal seperti yang ia
amalkan”; dan (2) seseorang yang Allah karuniai harta. Ia menghabiskan hartanya
dalam kebenaran. Lalu seseorang berkata, “Kalaulah aku dikaruniai seperti apa
yang dikaruniakan kepada si Fulan, maka aku akan beramal seperti apa ia
amalkan”. (H.R. Bukhari).
3. Penuh Perjuangan dan Sabar
Dikutip dari bukunya Prof. KH. Ali Yafie “Manusia dan
Kehidupan” bahwa manusia pada hakekatnya dihadapkan kepada pertanyaan-pertanyaan
yang harus dijawab (tantangan). Seorang manusia harus mampu menjawab berbagai
pertanyaan menyangkut kehidupannya yang terkait dengan berbagai tantangan dan
persoalan. Seorang yang menuntut ilmu sudah barang tentu akan menghadapi macam-macam
gangguan dan rintangan. Selain berusaha maka bersabarlah untuk menghadapi
semuanya itu, dan perlu diketahui bahwa sabar adalah sebagian dari Iman,
“As-Shobru mina al-îmân”. Dan Sabar disini mengandung arti tabah, tahan
menghadapi cobaan atau menerima pada perkara yang tidak disenangi atau tidak
mengenakan dengan ridha dan menyerahkan diri kepada Allah Swt. Sabda nabi Saw:
(الصبر ضياء (رواه مسلم
“Bersabar adalah cahaya yang gilang-gemilang”. (HR. Muslim)
Sabar artinya tabah, tahan menghadapi cobaan. Orang yang
sabar tahan menerima hal-hal yang tidak disenangi atau tidak mengenakkan dengan
ridha dan menyerahkan diri kepada Allah.
Sabar adalah salah satu akhlak terpuji. Sabar juga merupakan
salah satu kunci untuk meraih kebahagiaan dan ketenangan hidup. Hidup di dunia
ini penuh dengan tantangan dan cobaan. Manusia dalam menjalani kehidupannya di
dunia ini tidak luput dari ujian dan cobaan, ketika mengalami ujian dan cobaan
kita harus menhadapinya dengan sabar. Sifat sabar bagaikan cahaya yang terang
benderang dalam suasana yang gelap gulita.
Akan tetapi kesabaran disini harus diartikan dalam
pengertian yang aktif bukan dalam pengertian yang pasif. Artinya nrimo
(menerima) apa adanya tanpa usaha untuk memperbaiki keadaan. Sesuai ajaran
agama pengertian sabar dan kata-kata sabar itu misalnya dapat ditemukan di
dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran. Yakni satu surat yang terdiri dari 200 ayat
yang menjelaskan tentang keseluruhan perjuangan besar dan berat yang telah dilakukan
rasulullah Saw sepanjang hidupnya dan itu semua direkam dalam Surat Ali Imran.
Ada dua perjuangan berat dan sangat menentukan yaitu pertempuran badar dan
uhud. Di dalamnya terdapat banyak kata-kata sabar, tetapi kata-kata sabar itu
selalu diletakan dalam konteks perjuangan bukan dalam konteks seseorang ditimpa
musibah. Dengan demikian dapat diperoleh gambaran dan kesimpulan pengertian
bahwa sabar yang aktif itu artinya suatu mentalitas ketahanan belajar, memiliki
mental yang kuat untuk tekun belajar dan berusaha keras seoptimal mungkin
dengan penuh daya tahan, tidak jemu, tidak bermalas-malasan, tetapi belajar
dengan penuh semangat. Selain itu, dalam belajar harus berkonsentrasi karena
jika belajar pikirannya bercabang maka tidak bisa optimal. Salah satu bagian
dari sabar adalah Hudurul Qalb atau berkonsentrasi.
4. Bekal (biaya)
Setiap perjuangan pasti ada pengorbanan, itulah logikanya,
manusia menjalani hidup ini butuh pengorbanan begitupun menuntut ilmu.
Biasanya, dalam hal biaya ini menjadi dalih masyarakat yang sangat utama dalam
menuntut ilmu khususnya pada pendidikan formal. Sehingga ketika ditanya salah
seorang yang tidak belajar di pendidikan formal misalnya, “kenapa kamu atau dia
tidak sekolah?” jawabannya sungguh gampang sekali, “saya atau dia tidak sekolah
karena tidak punya biaya.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan wajib
hukumnya bagi setiap muslim, dan dijelaskan lagi dalam hadis
اطلب العلم من المهد
الي اللحد
“Tuntutlah ilmu mulai dari rahim ibu sampai liang lahat”.
Dari hadis tersebut kita bisa mengetahui long life education bahwa, seumur
hidup kita wajib menuntut ilmu. Pendidikan bukan hanya pendidikan formal tetapi
non formal pun ada.
Rasul menjanjikan kepada para penuntut ilmu,
ان الله تكفل لطالب
العلم برزقه
“Sesungguhnya Allah pasti mencukupkan rezekinya bagi orang
yang menuntut ilmu”
Dalam lafal hadis di atas tertulis lafazh takaffala dengan
menggunakan fi’il madhy yang aslinya mempunyai arti ‘telah mencukupkan’ yang
“seolah-olah” sudah terjadi. Maka lafazh tersebut mempunyai makna pasti,
asalkan dibarengi dengan keyakinan terhadap kekuasaan Allah. Dan yakinkanlah
bagi para penuntut ilmu walaupun dengan segala kekurangan (biaya) pasti mampu
atau bisa menyelesaikan pendidikan. Karena pasti akan ada jalan lain selama
manusia berusaha dan yakin terhadap kekuasaan dan pertolongan Allah Al-Yaqinu
Lâ Yuzâlu bis-Syak Artinya: ”keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh
keragu-raguan”. Dan akhirnya maka tidak ada alasan orang tidak bisa menuntut
ilmu karena biaya, seperti keterangan sebelumnya carilah jalan lain, solusi
lain untuk bisa menuntut ilmu.
5. Bersahabat dengan Guru
Ilmu didapat dengan dua cara. Pertama dengan bil kasbi.
Yakni didapat dengan cara usaha keras sebagaimana layaknya pencari ilmu biasa.
Ia belajar menuntut ilmu dengan tekun belajar dari bimbingan yang benar. Kedua
dengan bil kasyfi. Yakni dengan cara mendekatkan diri kepada Allah Swt secara
total. Dengan kedekatannya kepada Allah Swt, Allah akan memberi apa yang ia
minta. Cara ini adalah cara untuk orang khusus. Sebagai penuntut ilmu
berusahalah semaksimal mungkin untuk dapat mengkorelasikan keduanya. Juga,
berusaha semaksimal mungkin untuk mendapat petunjuk guru karena tanpa petunjuk
guru dan tanpa taqarrub (ibadah mendekatkan diri) total kepada Allah bisa jadi
ilmu tersebut datangnya dari iblis la’natullah ‘alaih. Profesionalisme guru
artinya seorang guru harus mampu menguasai pelajaran sesuai dengan bidangnya.
Sebagai guru haruslah mempunyai sifat-sifat yang
mencerminkan kemuliaan ilmu dan tabi’at (akhlaq) yang baik. Kita analogikan
seorang petani profesional akan merawat tanamannya dari rumput pengganggu, ia
akan membasmi hama dan penyakitnya. Demikian pula seorang pendidik haruslah
membersihkan dirinya dari segala kebiasaan buruk dalam masyarakat. Ia akan
tanggap dan waspada dengan para penyeru maksiat. Hendaklah ia membenahi dirinya
sebelum ia menebarkan benih-benihnya. Ia harus menanamnya dalam lahan yang
subur. Hendaklah ia menyibukkan diri dengan amal kebaikan, kesibukan-kesibukan
akhirat yang akan menjadi tameng dari syahwat dan syubhat. Kemudian sebaik-baik
pendidik adalah yang konsisten dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang tercermin
lewat akhlak dan amalan-amalannya yang shalih. Cerdas dalam mendeteksi penyakit
hati serta berpengalaman dalam mengobatinya, remaja yang tumbuh dari
pendidikan—tarbiyah—yang baik maka akan menjadi buah yang segar nan ranum. Ia
bermanfaat bagi diri dan masyarakat sekitar.
Beberapa ciri-ciri tabi’at guru (pendidik) yang harus
ditanamkan adalah sebagai berikut:
Mencintai pekerjaannya sebagai guru
Adil terhadap semua murid
Sabar dan tenang
Berwibawa (dilihat dari ilmu dan taqwanya) serta kemampuan
memengaruhi orang lain
Selalu ikhlas mendoakan muridnya
Berusaha ikhlas mengajarkan ilmunya.
Akibat dari sikap cuek terhadap guru, diungkapkan dalam
sebuah pepatah arab:
إن المعـلمَ والطبيبَ كلاهُما لا يَنْصَحَانِ
إذا همـا لم يُكْرَمَـا
فاصبر لدائك إن أهنتَ طَبِيبَهُ واصبر لجهلك إن جَفَوْتَ مُعلّما
فاصبر لدائك إن أهنتَ طَبِيبَهُ واصبر لجهلك إن جَفَوْتَ مُعلّما
Sesungguhnya pengajar/guru dan thabib/dokter keduanya tidak
akan memberi nasehat jika keduanya belum dihormati. Maka bersabarlah dengan
rasa sakitmu jika engkau menjauhi dokter, dan nikmatilah kebodohanmu jika
engkau menjauhi guru.
Sementara dalam menghormati guru, Imam Ali bin Abi Thalib
berkata:
من علمني حرفا صرت
له عبداً
Barang siapa mengajarkan kepadaku satu huruf, maka aku
menjadi hamba baginya.
6. Waktu yang lama
Maksudnya selesaikanlah pendidikan itu samapai tuntas,
jangan sampai berhenti di tengah jalan
Imam Syafi’I pernah berkata:
ومـــن
لــم يذق مـــر التعلم
ســـاعة = تجرع ذل الجهـل
طـــول حياتــه
ومــــن فاتــه التعليم وقـــــت شبابه = فكبــــر عليه أربعـــــا لـــــوفاته
وذات الفتى – والله – بالعلم والتقى = إذا لـــم يكونا لا اعتبـار لــذاته
ومــــن فاتــه التعليم وقـــــت شبابه = فكبــــر عليه أربعـــــا لـــــوفاته
وذات الفتى – والله – بالعلم والتقى = إذا لـــم يكونا لا اعتبـار لــذاته
Imam Syafi’i Rahimahullah dalam syairnya berkata :
“Barang siapa tidak pernah merasakan pahitnya belajar meski sekejap. Dia akan menelan hinanya kebodohan sepanjang hayatnya
Barang siapa yang ketinggalan belajar waktu mudanya. Maka bertakbirlah 4 kali (shalat mayit) untuk wafatnya (kematiannya)
“Barang siapa tidak pernah merasakan pahitnya belajar meski sekejap. Dia akan menelan hinanya kebodohan sepanjang hayatnya
Barang siapa yang ketinggalan belajar waktu mudanya. Maka bertakbirlah 4 kali (shalat mayit) untuk wafatnya (kematiannya)
Jati diri seorang pemuda Demi Allah adalah dengan ilmu dan
taqwa. Jika keduanya tiada, dia juga dianggap telah tiada (Diwanus Syafi’i, hal
29)
Imam Syafi’I juga pernah curhat kepada gurunya Imam Waki’
tentang susahnya mendapatkan ilmu:
شكوت الى وكيع سوء
حفظي
فأرشدني إلى ترك ترك المعاصي
فأرشدني إلى ترك ترك المعاصي
وأخبرني
بأن العلم نور
ونور الله لا يهدى لعاصي
ونور الله لا يهدى لعاصي
Aku mengadu kepada Imam Waki’i tentang susahnya menghafal
atau mendapatkan ilmu. Maka Imam Waki’i memberiku petunjuk untuk meninggalkan
maksiat dan mengabarkan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak
akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.
Dalam sebuah hadis Rasulullah menekankan peranan ilmu
sebagai kunci dalam meraih kesuksesan di dunia dan akhirat:
«من أراد الدنيا فعليه
بالعلم ومن أراد الآخرة
فعليه بالعلم ومن أرادهما
معا فعليه بالعلم أيضا»
“Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia, hendaklah
dengan ilmu. Siapa yang ingin kehidupan akhirat dengan ilmu. Dan siapa yang
menginginkan keduanya (dunia & akhirat) juga dengan ilmu” [HR Bukhari &
Muslim]
Namun satu hal yang perlu diingat, walau pun kita meraih
kesuksesan, hendaknya kita tetap rendah hati atau tawadhu, sebagaimana
diungkapkan dalam sebuah pepatah:
تواضع تكن كالنجم لاح
لناظر
على صفحات الماء وهو رفيع
ولاتك كالدخان يعلو بنفسه
الى طبقات الجو وهو وضيع
على صفحات الماء وهو رفيع
ولاتك كالدخان يعلو بنفسه
الى طبقات الجو وهو وضيع
Bertawadhulah seperti bintang yang jelas nampak terlihat di
atas permukaan air padahal ia berada di tempat yang tinggi, dan janganlah
engkau seperti asap, yang terus membumbung tinggi, padahal ketika sampai di
udara ia menghilang.
Wallahu a’lam bisshowab!
0 komentar:
Posting Komentar